Pada tahun 330 Masehi, Istanbul, waktu itu namanya Byzantium, menjadi bagian dari Kekaisaran Romawi. Kaisar Konstantinus yang kemudian disebut Konstantinus Agung memilih kota di tepi pantai, persis di depan mulut Selat Bosporus—selat yang menghubungkan Laut Hitam dan Laut Marmara—dan menjadikannya sebagai ibu kota Kekaisaran Romawi. Byzantium menggantikan Roma di Italia yang dianggapnya sudah tidak bertuah lagi.
Byzantium oleh Kaisar Konstantinus diubah menjadi Konstantinopel, sesuai dengan namanya. Yang katanya artinya, kotanya Konstantin. Pada masa itu, Kekaisaran Romawi Timur, untuk membedakan dengan Kekaisaran Romawi Barat yang berpusat di Roma, menikmati kejayaannya. Agama Kristen bertumbuh subur menyebar ke segala penjuru kawasan seputar Laut Tengah. Gedung gereja dibangun di mana-mana.
Tetapi, semua itu ada masa berakhirnya, Kekaisaran Romawi digantikan oleh Kekhalifahan Utsmaniyah atau mungkin Anda lebih mengenal nama Ottoman. Menurut sejarah, nama Konstantinopel pun diganti menjadi Istanbul, namanya sekarang ini. Wilayah Turki pada masa jayanya tidak kalah dengan kejayaan Kekaisaran Romawi. Bahkan, mungkin lebih luas. Coba bayangkan, wilayahnya membentang mulai dari Mesir yang menjadi wilayah paling selatan hingga di Hongaria, di utara. Di bagian barat mulai dari Maroko hingga Irak di bagian timur,.
Banyak peninggalan zaman Romawi dan Ottoman, hingga sekarang masih tetap indah. Ada Masjid Biru. Masjid itu begitu indah. Masih banyak yang lain. Kebab, mandi gaya Turki, jalan ke pasar besar, kerajinan yang cantik-cantik dan tari perut. (ini masjid biru)
Kemal Ataturk
Zaman sekarang ini di Turki merupakan hasil karya Kemal Ataturk. Dia bapak bangsa. Dialah yang mempersatukan Turki dengan lahirnya Turki modern, kalau tidak salah tahun 1923, menggantikan kerajaan yang sudah pudar, menjadi kelompok yang kalah dalam Perang Dunia I yang berakhir tahun 1917.
Seperti sudah disuratkan, Turki adalah negeri dengan dua wajah—Eropa dan Asia—seperti mengulang sejarahnya, dulu pernah menjadi ibu kota Kekaisaran Romawi. Kini pun demikian, Turki tetap berwajah dua: Eropa dan Asia. Ia terus berjuang untuk menjadi bagian dari Uni Eropa meski sebagian besar wilayahnya ada di Asia. Seakan-akan Turki tidak mau kehilangan kebesaran Ottoman atau juga kebesaran Kekaisaran Romawi.
Meskipun dapat dikatakan 99 persen penduduknya (sekitar 70 juta) beragama Islam, kehidupan sekuler memang marak. Hiburan model Barat mudah ditemukan, di mana-mana, karena memang wisatawan dari Barat begitu banyak. Wisatawan dari Timur, seperti China, Jepang, dan Korea, juga tak kalah banyak. Kehidupan malam marak, lengkap dengan tari perutnya yang dicari wisatawan.
Akan tetapi, apa pun wajahnya, banyak orang mengatakan, Turki menjadi contoh bagaimana memadukan nilai-nilai demokrasi dengan Islam. Turki kini menjadi acuan negara-negara di kawasan Timur Tengah yang sedang bergelut dengan tuntutan perubahan. Mungkin cara Turki akan menjadi pilihan negara-negara itu, semisal Libya. Bahkan, di tengah gempuran pasukan NATO atas Libya, Turki menawarkan diri untuk menjadi mediator penyelesaian kemelut.
inilah Turki. Selamat menikmati Istanbul yang indah ini.
0 komentar:
Posting Komentar